Friday, May 1, 2015

Kesaksian Fakta Lapangan Sehubungan Uji Materi UU RI no. 20/2011

Perihal : Kesaksian fakta lapangan sesuai permohonan perkara no. 21/PUU XII/2015 tentang uji materi UU 20/2011 tentang rumah susun

Tempat kejadian fakta : Rumah susun Kalibata City, Jl. TMP Kalibata, kel Rawajati, Jaksel

Kesaksian fakta lapangan sehubungan berlakunya pasal 75 dan pasal 107 UU RI no. 20/2011:

Berbagai upaya sejak tahun 2011 telah kami lakukan sebagai warga/pemilik rusun Kalibata City dalam mematuhi UU RI no. 20/2011 khususnya dalam hal kewajiban membentuk P3SRS dengan detail sbb:

1. Pada tanggal 19 Maret 2011 warga melayangkan surat ke pihak Badan Pengelola Sementara (BPS) Kalibata City yang salah satu isinya adalah permohonan kepada pelaku pembangunan melalui badan Pengelola Sementara (BPS) untuk mulai memfasilitasi pembentukan P3SRS. Dan baru pada tanggal 6 Oktober 2011 kami diterima pihak BPS untuk berdialog menyampaikan aspirasi kami termasuk permohonan memfasilitasi pembentukan P3SRS.
 
2.     Pada tanggal 12 Mei 2012 berdasarkan surat yang kembali kami kirimkan dan desakan warga yang berulang kali (salah satunya desakan pada pertemuan complain handling permasalahan kepenghunian dengan BPS 31 maret 2012) untuk meminta pelaku pembangunan memfasilitasi pembentukan P3SRS, maka diadakan pertemuan dengan pihak Badan Pengelola Sementara (BPS) dan Perwakilan Pelaku Pembangunan di mana pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Sdr. Adjit Lauhatta dan Sdr. Rusli Usman yang mengaku mewakili Pengembang dan Agung Podomoro Group. Disepakati pembentukan Tim 10 sebagai persiapan pembentukan Panitia Musyawarah. Namun pasca kami bentuk Tim 10 tersebut, tidak pernah ada lagi respon dari pihak pelaku pembangunan walaupun sudah kami ajukan permohonan pertemuan lanjutan berkali kali.  Setelah lama menunggu namun tidak ada jawaban tanpa alasan yang jelas dari Pengembang, Warga melanjutkan upaya melaksanakan amanat undang undang dengan mengadakan rapat pada 28 Juli 2012, 4 Agustus 2012 yang menetapkan struktur Panitia Musyawarah PPPSRS Kalibata City dengan ketua Panmus dari warga yaitu Sdr. Mallombasi Andi Sapada. Semua hasil rapat tersebut juga disampaikan melalui surat tertulis kepada seluruh pihak terkait antara lain Pengembang, Disperum Pemprov DKI, dan Kemenpera.

Warga melalui ketua Panmus Sdr. Mallombasi Andi Sapada juga telah menyampaikan pada saat rapat Muspika tanggal 5 Oktober 2012. Pada rapat itu Sdr. Rusli Usman mewakili Pengembang dan Pengelola menyampaikan akan segera menfasilitasi pembentukan PPRS dan RT/RW dengan target penyelesaian Desember 2012.

3.     Pada tanggal 20 April 2013 atas desakan warga dan setelah beberapa kali rapat persiapan, akhirnya dilakukan rapat warga untuk pembentukan Banmus (Badan Musyawarah) Pembentukan P3SRS Kalibata City sebagai upaya lanjutan dan mengulang proses pembentukan yang pernah dilakukan pada 2012. Pada rapat tersebut terpilih 3 orang pengurus Bamus inti yakni Sdr. Robert Mz. Dachi (Ketua), Umi Hanik (Sekretaris), dan Idoman Puar (Bendahara). Bamus P3SRS ini merencanakan pelaksanaan musyawarah pada akhir Juni 2013, namun dalam perjalanannya, tim Bamus tidak dapat bekerja optimal karena berbagai hal termasuk minimnya fasilitasi dari pengembang dan warga dialihkan isu ke dua kasus pembunuhan yang berlangsung di Tower Borneo dan Ebony dimana pengelola adalah salah satu pihak yang paling bertanggungjawab atas kejadian tersebut. Atas kasus ini, upaya kami sudah sampai dengan dialog dan mediasi bersama pihak pengelola/pengembang oleh Disperum, namun tidak ada kelanjutan.

Poin 1 - 3 di atas tidak pernah ditindak lanjuti oleh pihak Pelaku Pembangunan yang seharusnya bertindak sebagai fasilitator mengakibatkan P3SRS Kalibata City sampai saat ini tidak terbentuk. Ketiadaan P3SRS ini mengakibatkan kesewenang-wenangan pengelola yang bekerja tanpa pertimbangan dan kontrol berimbang dari warga makin menjadi-jadi.

4.     Pada 17 dan 21 Januari 2015 dilakukan dialog dengan pengelola akibat kenaikan besaran  Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang ditetapkan secara sepihak dan tidak transparan. Sesungguhnya partisipasi warga dalam dialog meningkat karena  akumulasi permasalahan akibat kinerja pengelola dan pelayanan yang makin menurun, kenaikan-kenaikan tarif parkir dan listrik yang mendahului di sepanjang kwartal IV 2014, dan ditutupnya saluran dialog warga-pengelola yang dulu dilakukan tiap bulan.

Kemudian setelah mangkirnya pengelola dalam dialog yang dijadwalkan pada 28 Januari 2015 dan diabaikannya seluruh tuntutan warga, kemudian warga memutuskan untuk menghidupkan lagi perjuangan pembentukan P3SRS. Upaya pembentukan P3SRS kali ini lebih masif, intensif, dan warga secara konsisten memperjuangkan selama 4 bulan berturut-turut tanpa putus. Upaya kali ini juga banyak melibatkan media untuk menarik perhatian pihak luar terutama pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya termasuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

5.     Pada 5 Maret 2015, dengan tiba-tiba Panitia Musyawarah (Panmus) P3SRS Kalibata City dilantik oleh pengelola  tanpa pernah ada sosialisasi ke warga sebelumnya. Pelantikan dilakukan secara tertutup karena semua proses pembentukan Panitia Musyawarah tersebut tidak pernah diketahui oleh warga. Warga bahkan dihalang-halangi dengan kekerasan untuk menghadiri  acara pelantikan tersebut. Sehari sebelum dan sesudah pelantikan, warga sudah melakukan pengecekan ke mading di masing-masing tower dan tidak ada satupun informasi terkait rencana pelantikan tersebut. Yang ada justru besok harinya terdapat pengumuman ucapan selamat atas pelantikan Panmus tanpa rincian nama. Hal ini sudah melanggar ketentuan dalam pasal 74 UU 20/2011 dan Permenpera no. 15/2007 pasal 5 dimana Pelaku pembangunan WAJIB melakukan sosialisasi dan pendataan kepenghunian terlebih dahulu sebelum pembentukan Panmus P3SRS. Untuk hal ini kami sudah mengirimkan Nota Protes ke Gubernur DKI satu hari setelah kejadian.

6.     Pada 18 Maret 2015, warga diundang oleh Dinas PU & Perumahan (Dispuperum) DKI berdasarkan nota protes yang dikirimkan warga kepada Gubernur DKI. Kabid Pembinaan Penertiban dan Peran Serta Masyarakat Disperum DKI menyatakan tidak menghadiri acara pelantikan meskipun diundang karena mengetahui jika prosesnya cacat hukum karena tanpa sosialisasi dan pendataan. Dua buah pokok kesepakatan pertemuan ini adalah 1) Warga diminta melakukan sosialisasi dan pendataan, serta menstrukturkan Komunitas Warga Kalibata City (KWKC); dan 2) Disperum akan memanggil pengelola Kalibata City untuk mempertanyakan ketidaktransparanan pembentukan Panmus P3SRS yang dilantik tanggal 5 Maret 2015. Sementara warga mengikuti arahan Disperum, namun hingga detik ini kami tidak pernah tahu bagaimana progress dari kesepakatan tersebut.

7.     Di tengah ketidakpastian situasi pasca pertemuan dengan Dispuperum dan ancaman terbentuknya P3SRS boneka pengembang dimana pengembang makin percaya diri dan tak ragu-ragu melibas aksi warga, akhirnya warga bersepakat untuk melaksanakan pembentukan Panmus yang murni aspiratif dari warga yang merasa mempunyai kewajiban membentuk P3SRS sesuai amanat pasal 74 ayat 1 UU 20/2011. Dan pembentukan Panmus P3SRS dengan TERPAKSA dilaksanakan TANPA DIFASILITASI oleh pelaku pembangunan, meskipun karena itikad baik kami, kami tetap bersurat kepada pelaku pembangunan.

8.     Sebagai awal proses pembentukan Panmus, terlebih dahulu warga melakukan tahap sosialisasi kepenghunian dan pendataan warga sesuai amanat Permen 15/2007 yang telah dilakukan warga secara terbuka dan transparan sejak 14 Februari, lalu dilakukan kembali secara intensif dan mengakar ke seluruh tower mulai 21 Maret hingga 17 April 2015. Selama pelaksanaan sosialisasi dan pendataan terbuka, warga mendapat tekanan, intimidasi, dan represi dari pihak keamanan/luar Kalibata City yang mengaku utusan Agung Podomoro (preman berikut anjing pemburu K9) walaupun surat pemberitahuan pelaksanaan kegiatan sudah kami sampaikan sebelumnya kepada pengelola dan pihak Kepolisian. Akhirnya warga melakukan secara bergerilya di tower masing-masing.

9.     Pada 18 April 2015 setelah tahap sosialisasi kepenghunian dan pendataan awal dirasa cukup, warga kemudian melaksanakan rapat pembentukan Panitia Musyawarah (Panmus) P3SRS di selasar Tower Jasmine. Pada sesi penutupan rapat, terdapat insiden penyerangan dan main hakim sendiri dari pihak yang mengaku sebagai utusan Agung Podomoro. Namun beruntung, keputusan penting hasil rapat pembentukan Panmus sudah disyahkan dan diselamatkan.

Dari rentetan kronologis di atas maka berikut adalah pandangan kami dalam melihat Pasal 75 UU 20/2011 tersebut:

1.     Adalah tidak tepat bila Pelaku Pembangunan yang diberikan kewajiban memfasilitasi pembentukan P3SRS karena hubungan pemilik sarusun/warga dengan Pelaku pembangunan adalah sebatas hubungan Pembeli dan Penjual pada saat proses jual beli. Ketika pembeli sudah membeli unit sarusun, maka hubungan Pembeli dengan penjual (pelaku pembangunan) sudah selesai sehingga sudah tidak ada lagi urgensi pelaku pembangunan untuk terlibat dalam proses apapun di internal para warga/pemilik, termasuk dalam usaha warga membentuk P3SRS.

2.     Kami melihat, fungsi ”fasilitasi” telah disalah artikan oleh pelaku pembangunan/pengembang sebagai ”otoritas” yang kemudian menentukan terbentuk atau tidaknya P3SRS di rusun yang bersangkutan. Akibatnya pengembang merasa punya kewenangan untuk menunda dan menghambat pembentukan P3SRS semaunya. Sementara dalam Pasal 74 ayat 1 pemilik sarusun lah yang diwajibkan membentuk P3SRS, maka di sinilah letak kontradiksi pasal 75 terhadap pasal 74. Indikasi Pelaku pembangunan yang sengaja memperlambat atau menghambat pembentukan P3SRS ini terlihat dari kronologis yang saya paparkan di atas dimana sudah sejak Maret 2011 dan berulang kali kami meminta pelaku pembangunan untuk mulai memfasilitasi pembentukan P3SRS namun tidak pernah ada inisiatif pelaku pembangunan untuk mulai maupun mendukung secara aktif proses fasilitasi pembentukan P3SRS.

3.     Makna ’fasilitasi’ yang kebablasan tersebut kemudian menjadi motif pengembang untuk mengamankan ’periuknya’ dengan memfasilitasi pembentukan P3SRS versi mereka sendiri secara tidak transparan dan tidak melibatkan warga secara luas termasuk warga yang sejak tahun 2011 hingga saat ini terus berjuang membentuk P3SRS. Bisa dilihat pada kronologis poin 5 di atas, pelaku pembangunan secara tidak transparan dan tanpa melibatkan seluruh pemilik unit sarusun dengan tiba-tiba melantik susunan Panitia Musyawarah (Panmus) P3SRS.

4.     Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa fungsi yang dimandatkan pasal 75 kepada pelaku pembangunan untuk memfasilitasi pembentukan P3SRS ternyata hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku pembangunan sendiri untuk terus menguasai hak pengelolaan kawasan sarusun tersebut. Fungsi untuk memfasilitasi pembentukan P3SRS harusnya tidak diberikan kepada pihak penjual unit sarusun (pelaku pembangunan) karena hubungan pemilik unit sarusun dan pelaku pembangunan hanya hubungan pembeli dan penjual pada saat proses jual beli. Tidak lebih dari itu.

5.     Selain itu, AKIBAT LANGSUNG dari pelaku pembangunan yang tidak punya sensitivitas, kapasitas, dan kompetensi yang relevan tentang pentingnya P3SRS bagi warga dan kebijakan kepengelolaan rusun adalah banyaknya permasalahan sosial yang muncul sejak diserahterimakannya unit sarusun kepada pemilik hingga saat ini, termasuk baru-baru ini tersingkapnya jaringan bisnis prostitusi yang menggurita di seluruh tower dan terjadi pembiaran selama bertahun-tahun. Pelaku pembangunan yang profit oriented dan kompetensinya ada pada bangunan, menutup mata terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial dan hak warga yang harusnya menjadi mandat pengelola untuk memenuhinya. Akibat dari inkompetensi pelaku pembangunan yang menjadi otak dari kebijakan dan pengelolaan sarusun tadi, maka hak mendasar warga seperti hak peribadatan, bermain, berkumpul, berserikat, pelayanan kesehatan ibu dan anak, dll tidak dipenuhi bahkan seolah-olah dibunuh. Sebaliknya aspek komersialisasi dan yang sifatnya mendatangkan uang makin menggila hingga dengan sewenang-wenang pula merebut fasilitas sosial/umum hak warga.

6.     Berdasar kronologis perjuangan pembentukan P3SRS, pelaku pembangunan cenderung tidak menjalankan fungsi fasilitasinya sementara pemilik sarusun secara mandiri telah mampu melakukan sosialisasi dan pendataan, penggalian dana, dan pelaksanaan kegiatan musyawarah, jadi peran pelaku pembangunan menjadi relevan untuk ditinjau kembali karena sudah tidak diperlukan kecuali membuka akses pada data warga jika diperlukan.

7.     Lalu menjadi konflik kepentingan pula jika proses pembentukan P3SRS harus melibatkan pelaku pembangunan sementara kita tahu bahwa pelaku pembangunan adalah pihak yang menguasai pengelolaan rusun sebelum P3SRS terbentuk. Konflik kepentingan inilah yang akhirnya menimbulkan ketegangan bahkan insiden kekerasan terjadi di hampir semua rusun yang sedang dalam proses membentuk P3SRS. Kita tentu tidak mau konflik horizontal terjadi antar warga yang “diadu” akibat makna “fasilitasi” oleh pelaku pembangunan yang salah kaprah dan sesungguhnya tidak diperlukan ini. Belajar dari kasus Kalibata City, juga dari kasus-kasus rusun lainnya, karenanya saya melihat netralitas pelaku pembangunan sangat diperlukan dalam proses pembentukan P3SRS.

8.     Frasa: PELAKU PEMBANGUNAN WAJIB MEMFASILITASI..dimaknai secara salah kaprah yang membuat “seolah-olah” pembentukan P3SRS menjadi sesuatu yang mustahil jika dilakukan tanpa fasilitas dari pelaku pembangunan. Inilah yang membuat warga hanya bisa menunggu dan terus menunggu fasilitas dari pelaku pembangunan. Meminta dan terus meminta difasilitasi pelaku pembangunan seperti yang sudah kami lakukan sejak 2011 tanpa bisa berbuat banyak bila niat baik tak pernah datang dari pelaku pembangunan untuk memulai memfasilitasi. Maka dengan demikian niat baik warga untuk menunaikan kewajiban pasal 74 ayat 1 sudah dipasung oleh pasal 75 tersebut.

9.     Kondisi ini makin merugikan pemilik sarusun dikarenakan pada Pasal 107 UU 20/2011 disebutkan bahwa pemilik sarusun yang akan dikenakan sanksi administratif bila tidak mematuhi pasal 74 ayat 1. Dimana sebaliknya, hambatan/gangguan pembentukan P3SRS sesungguhnya yang dihadapi pemilik sarusun terkait kewajiban pasal 74 ayat 1 justru datang dari pelaku pembangunan yang dimandatkan dalam pasal 75 untuk memfasilitasi namun tidak ditunaikan tanpa sangsi apapun.

Demikian kesaksian lapangan ini kami buat dengan sebenar benarnya

1. Ben Siahaan (Borneo)
2. Iwan Ismanto (Akasia)
3. Umi Hanik (Ebony)

--
Komunitas Warga Kalibata City (KWKC): Wadah perjuangan warga untuk pembangunan serta tatakelola yang memanusiakan dan mengedepankan hak-hak warga

Email : kotakalibata@gmail.com ; data.kotakalibata@gmail.com
Twitter : @KotaKalibata
Facebook Fanpage : http://www.facebook.com/KotaKalibata
Facebook Group : https://www.facebook.com/groups/kalibata.city/
Milis Yahoo! Groups:  kotakalibata-subscribe@yahoogroups.com
Call center: 085697721040, 0817847653; 08558876000, 081319234576, 081908249249, 081574138462
No. rekening 7253007700 BTN Syariah a.n. Komunitas Kalibata City Kode Bank 200

__._,_.__

No comments:

Post a Comment