Siaran Pers – Untuk Diterbitkan Segera
WARGA TUNTUT PIHAK BERWAJIB PERIKSA PENGELOLA YANG DIDUGA TAK BERIZIN DAN MINTA PIHAK KECAMATAN/KELURAHAN AMBIL ALIH PROSES PENDATAAN DIBANTU WARGA KALIBATA CITY
Jakarta, 27 April 2015 – Persoalan demi persoalan yang mendera Kalibata City sepertinya belum juga usai. Setelah minggu lalu terjadi kasus penyerangan dengan kekerasan oleh orang-orang yang mengaku utusan Agung Podomoro terhadap pemilik dan penghuni/warga yang sedang melakukan rapat besar untuk pembentukan panitia musyawarah (panmus) perhimpunan penghuni/P3SRS; lalu tersingkapnya jaringan bisnis prostitusi yang ternyata sudah marak bertahun-tahun di Kalibata City; kini warga kembali resah karena ada kenyataan baru yakni PT. Prima Buana Internusa atau Inner City Management selaku pengelola Kalibata City ternyata tak memiliki izin pengelolaan kawasan dari Gubernur DKI sebagaimana dimandatkan dalam UU 20/2011 tentang Rumah Susun pasal 56 ayat 4 yang menyatakan "Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3, Badan Hukum) harus mendaftar dan mendapatkan izin usaha dari Gubernur .
"Fakta ini terkuak di persidangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) hari Kamis 23 April 2015 lalu. Majelis meminta kuasa hukum pengelola untuk menunjukkan surat izin pengelolaan kawasan dari Gubernur DKI dan ternyata mereka tidak mampu menunjukkannya. Mereka hanya punya SIUP. Saya selaku pengadu dalam sidang tersebut menjadi kaget karena selama ini ternyata kami berhadapan dengan pengelola yang secara legal tidak berhak mengelola Kalibata City" ujar Umi Hanik, yang menghadiri sidang di BPSK selaku pengadu. Umi mengadukan pengelola dan pengembang kepada BPSK dalam hal tidak transparan dan akuntabelnya pengelolaan uang iuran yang dihimpun dari warga.
Wewen Zi, juru bicara Komunitas Warga Kalibata City (KWKC) menyatakan, "Begitu kabar ini menyebar, warga jadi makin resah. Ternyata ini salah satu penyebab mengapa pengelola bersikap sangat tidak profesional dan represif terhadap warga yang vokal menuntut perbaikan. Mereka tutup mata terhadap prostitusi, adanya desas-desus jaringan narkoba, warga diintimidasi di rumah sendiri. Ternyata mereka tidak berizin" Wewen melanjutkan "Saya jadi tidak habis pikir, mereka tidak punya izin tapi bisa sangat sewenang-sewenang kepada kami para pemilik unit yang menuntut haknya untuk perbaikan layanan dirumahnya sendiri"
Antonius J. Sitorus, juru bicara lainnya mengatakan "Ratusan warga secara kolektif melalui KWKC telah berkirim surat terkait berbagai masalah kepada pengelola. Bahkan beberapa warga rela menunggu di kantor Evans T. Wallad tiap pagi namun tidak pernah ada tanggapan dan keinginan untuk menemui warga "
Antonius menambahkan "Pemerintah harus bertindak tegas terhadap fakta-fakta ini. Pengelola sudah bertahun-tahun menjalankan usaha pengelolaan di sini dan terbukti tidak berkinerja baik termasuk defisit pengelolaan yang mencapai Rp 9 Miliar tapi kita sebagai warga tidak merasakan manfaatnya" lalu lanjutnya “Kami juga berharap pendataan penghuni bisa diambil alih oleh Kecamatan atau Kelurahan bersama-sama warga, karena kami khawatir pendataan yang dilakukan pengelola akan disalahgunakan untuk kepentingan dukung mendukung perhimpunan penghuni/P3SRS versi pengembang/pengelola. Intinya kami sudah tidak percaya dengan kredibilitas dan integritas pengelola yang penuh tandatanya”
Masalah di Kalibata City memang menumpuk. Selain sertifikat yang tak pernah jelas kapan akan diserahkan, pengelolaan uang iuran yang tak transparan dan rentan penyalahgunaan karena tidak ada pengawasan berimbang dari warga, makin tingginya kriminalitas dan masalah sosial lainnya, jaringan prostitusi dan narkoba, defisit pengelolaan, pembentukan perhimpunan penghuni secara sepihak dan tidak transparan, kini ternyata pengelolanya tidak memiliki izin pengelolaan kawasan.
Wawancara lebih lanjut dapat menghubungi juru bicara Komunitas Warga Kalibata City : Antonius J. Sitorus 081319234576, Umi Hanik 0817847653, Wewen Zi 08558876000