Friday, January 23, 2015

Artikel: Pengelolaan dan Pemeliharaan Rusun Untuk MBR Terkendala Dana

Salah seorang warga menemukan artikel ini. Silakan disimak. Mungkin komentar anda akan serupa: "Jauh panggang dari api". "Biaya pengelolaan rusun harus transparan", katanya. Kalau contoh yang di gambar ini..?



Pengelolaan dan Pemeliharaan Rusun Untuk MBR Terkendala Dana

KonsPro (1/1/2015), JAKARTA - SEBAGIAN besar rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang dibangun oleh Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) sekarang menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) kini tampak kumuh, bahkan ada di antaranya  yang terbengkalai karena belum ditempati, padahal rusun tersebut telah lama dibangun.

Penerima bantuan ternyata belum dapat sepenuhnya menyiapkan dana untuk pengelolaan dan perawatan aset bangunan tersebut.  Hal ini juga diperparah oleh buruknya pembinaan, pendampingan dan pengawasan terhadap pengelolaan, serta pemanfaatan gedung rusun tersebut.

Akibatnya, pengelola dan penghuni berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang jelas, baik di dalam pengelolaan maupun dalam pemanfaatan bantuan rusun. Di samping itu, hal ini terjadi karena kurangnya informasi dan anggapan bahwa, pengelolaan dan perawatan gedung bukanlah tanggung jawab dari penerima bantuan.

Permasalahan dan kendala-kendala tersebut disadari oleh Kemenpupera dan menganggap hal ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Untuk itu, kementerian ini menyelenggaraan workshop Penyusunan  Desain Baku Rumah Susun Umum, yang berlangsung dalam beberapa kali pertemuan di Jakarta, mulai dari November hingga Desember 2014.

Dalam workshop itu, Kemenpupera mengundang parastakeholder untuk memberikan masukan-masukan yang akan menjadi bahan, dimana  dalam  salah satu sesinya membahas secara khusus materi Penyusunan  Petunjuk Pelaksanaan dan Teknis Pemeliharaan dan Perawatan Bantuan Rumah Susun Umum.

Untuk materi tersebut di atas, Kemenpupera mengundang secara khusus perusahaan jasa property management, Inner City Management (ICM) yang dianggap berhasil mengelola rusunami Kalibata City dan Gading Nias Residences.

Menurut Rusli Usman General Manager Kawasan Kalibata City, yang menjadi salah satu narasumber, pihaknya dimintai masukan bagaimana idealnya pengelola dan merawat gedung yang baik. Karena beberapa rusun umum untuk kalangan MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) yang dibangun oleh kementerian itu tidak terawat dengan baik.

Rusli mengatakan, biasanya sejak awal bangunan gedung itu diserahterimakan, sudah banyak kendala dalam operasional pengelola dan perawatan yang berpotensi terjadi. Misalnya, penempatan saluran pembuangan kurang tepat hingga mengakibatkan banyak kebocoran, dan pemasangan instalasi listrik yang tidak memenuhi standar.

“Kualitas bangunan yang kurang baik ini, ditambah dengan sistem pengelolaan dan man power yang kurang berkualitas, sehingga tidak heran jika baru beberapa tahun, banyak rusunami dan rusunawa yang dibangun oleh kemenpera sudah tampak kumuh,” jelas Rusli.

Hal yang banyak disoroti dalam workshop tersebut adalah  mengenai mechanical and electrical. Seperti pompa-pompa air yang tidak berfungsi, dan panel-panel listrik yang tidak berfungsi di saat listrik padam. Sebagian besar pengelola rusunami/rusunawa itu tidak memiliki tools terkait dengan preventive maintenance.Sehingga ketika ada kerusakan atau keluhan dari penghuni penanganannya tidak tersistem dan terukur dengan baik.

Padahal menurut Rusli, secara umum, pengelolaan ruman susun, baik rumah susun umum maupun rumah susun komersial itu sama saja. Pertama, harus ada struktur organisasi yang jelas. Kedua, ditangani oleh SDM yang kompeten. Ketiga, setiap divisi memiliki SOP (standard operating procedure) yang jelas, untuk memastikan SOP itu terimplementasi dengan benar.Keempat, masing-masing divisi harus punya sasaran mutu yang jelas, dan harus ada tolak ukurnya, serta terus dimonitoring dan secara rutin dievaluasi.

Terkendala biaya operasional

Seperti dikeluhkan pihak Kemenpupera, Rusli menyampaikan, sebenarnya kesulitan utama yang mereka hadapi adalah biaya operasional pengelola dan perawatan gedung yang tinggi, tidak sesuai dengan penerimaan kewajiban IPL (iuran pengelolaan lingkungan) dari penghuni. Misalnya salah satu rusunawa di Kemayoran yang dikelola pemda, IPLnya hanya Rp 47.500 per unit, bahkan ada yang ekstrim hanya Rp.22.000. Ketika hendak dinaikkan 100 persen saja, itu belum sampai Rp.50.000, para penghuni berbondong-bondong melakukan protes. Akhirnya pemda harus terus mensubsidi.

Mengenai hal ini, Rusli menyarankan, seperti apa yang telah dilakukannya di Kalibata City, bahwa biaya pengelolaan rusun harus transparan. Pada saat kenaikan UMP (upah minimum provinsi), BBM (bahan bakar minyak) atau biaya asuransi gedung, maka pengelola harus mensosialisasikan.

“Penghuni harus diberi pengertian, bahwa operasional pengelolaan dan perawatan gedung kita sebulan itu sekian, sementara pendapatan dari penarikan IPL tidak mencukupi, berarti ada kekurangan yang harus ditanggung bersama. Dari situ disepakati adanya kenaikan IPL. Kalau tidak, semua akan rugi. Lingkungan rusun akan jadi kumuh dan tidak nyaman untuk ditinggali,” tegasnya.

Cara lain yang dapat ditempuh untuk menutupi kekurangan biaya pengelolaan yang disarankan Rusli, adalah bekerjasama dengan para investor dengan pola win win solution. Misalnya pemanfaatan area-area publik untuk iklan atau usaha komersial, serta pemasangan BTS (base transmission station) di atap gedung rusun.

Uang sewa  yang jumlahnya tidak kecil itu, lanjut Rusli, dapat digunakan untuk membiayai pengelolaan dan perawatan gedung rusun. Namun pengelolaan area komersial ini harus benar-benar profesional, dan  untuk kepentingan rusun tersebut.

“Jangan sampai ada oknum-oknum yang mengambil keuntungan pribadi. Kalau itu bisa dijamin, saya yakin upaya-upaya pembenahan akan mudah dilakukan. Pengelola juga harus mela-kukan terobosan-terobosan dalam pengelolaan dana rusun,” ujar Rusli. (Sumber: Bulettin Inner City, Erlan Kallo)

No comments:

Post a Comment